Lampung, 5 Juni 2025 – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Lampung secara tegas menolak aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pernyataan sikap ini disampaikan menanggapi operasi tiga perusahaan tambang yaitu PT Kawe Sejahtera Mining di Pulau Kawe, PT Gag Nikel di Pulau Gag, dan PT Mulya Raymond Perkasa di Pulau Manyaifun dan Piaynemo yang dinilai telah mengancam kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat adat setempat.
Raja Ampat yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia dengan lebih dari 1.800 spesies ikan dan 600 jenis terumbu karang, kini menghadapi ancaman serius. Kawasan yang juga merupakan bagian dari UNESCO Global Geopark ini merupakan wilayah adat masyarakat Papua yang telah dijaga secara turun-temurun. Warga Kampung Manyaifun melaporkan dampak nyata yang sudah dirasakan: “Laut yang dulu jernih kini keruh. Anak-anak kami tidak bisa lagi berenang, dan ikan semakin sulit ditangkap. Kami merasa seperti dijajah di tanah sendiri,” ungkap seorang warga seperti dilaporkan Tribun Sorong.
GMNI Lampung menyoroti beberapa dampak kritis dari aktivitas pertambangan ini, termasuk kerusakan ekosistem hutan dan daerah tangkapan air, pencemaran laut yang mengancam mata pencaharian nelayan tradisional, gangguan terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat adat, serta pelanggaran prinsip FPIC (Free, Prior, and Informed Consent).
Organisasi mahasiswa ini menilai keras operasi tambang nikel di Raja Ampat sebagai bentuk “kolonialisme baru” yang mengatasnamakan transisi energi. Mereka menegaskan bahwa pemerintah dan investor telah mengorbankan hak hidup masyarakat adat demi kepentingan industri global, sekaligus mengancam keberlangsungan satu-satunya kawasan Geopark kelas dunia di Papua Barat Daya.
Dalam pernyataannya, GMNI Lampung mengajukan tiga tuntutan utama: pencabutan segera seluruh izin pertambangan nikel di Raja Ampat, pemulihan lingkungan dan jaminan hak hidup bagi masyarakat terdampak, serta evaluasi ulang status UNESCO Global Geopark jika pemerintah terus mengabaikan prinsip konservasi.
GMNI Lampung juga mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi mahasiswa, aktivis lingkungan, akademisi, tokoh adat, dan masyarakat sipil untuk bersatu dalam upaya penyelamatan Raja Ampat. Mereka menegaskan bahwa transisi energi tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan masyarakat lokal dan lingkungan hidup.
Pernyataan ini ditutup dengan seruan tegas: “RAJA AMPAT UNTUK RAKYAT, BUKAN UNTUK TAMBANG!” dan “HENTIKAN TAMBANG, SELAMATKAN MANUSIA DAN ALAM PAPUA!”. GMNI Lampung berharap pernyataan sikap ini dapat menjadi perhatian serius bagi semua pemangku kepentingan.
Sebagai informasi tambahan, Raja Ampat ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada tahun 2023. Sementara itu, permintaan global akan nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik terus meningkat, menimbulkan tekanan pada kawasan-kawasan kaya mineral seperti Raja Ampat.













